XI.IS

With Wali Kelas.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 30 November 2011

KONFLIK SOSIAL

PENGERTIAN KONFLIK SOSIAL
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik, dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002) diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Menurut Kartono & Gulo (1987), konflik berarti ketidaksepakatan dalam satu pendapat emosi dan tindakan dengan orang lain. Keadaan mental merupakan hasil impuls-impuls, hasrat-hasrat, keinginan-keinginan dan sebagainya yang saling bertentangan, namun bekerja dalam saat yang bersamaan. Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan non-fisik, yang pada umumnya berkembang dari pertentangan non-fisik menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan (violent), bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (non-violent). Gambar 6.1 menjelaskan tentang perilaku manusia yang muncul akibat dari perbedaan pendapat. Demonstrasi yang dilakukan untuk menentang kebijakan negara adalah salah satu bentuk perbedaan pendapat dan kepentingan antara kelompok masyarakat dengan negara atau dengan kelompok lainnya. Fenomena ini termasuk dalam kategori konflik, walaupun tidak mengarah kepada pertentangan fisik. Konflik juga dimaknai sebagai suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan oleh pihak pertama. Suatu ketidakcocokan belum bisa dikatakan sebagai suatu konflik bilamana salah satu pihak tidak memahami adanya ketidakcocokan tersebut (Robbins, 1996). Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bisa terjadi karena hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki tujuan-tujuan yang tidak sejalan (Fisher, dalam Saputro, 2003). Sedangkan White & Bednar (1991) mendefinisikan konflik sebagai suatu interaksi antara orang-orang atau kelompok yang saling bergantung merasakan adanya tujuan yang saling bertentangan dan saling mengganggu satu sama lain dalam mencapai tujuan itu. Jika tindakan seseorang individu untuk memenuhi dan memaksimal kan kebutuhannya menghalangi atau membuat tindakan orang lain jadi tidak efektif untuk memenuhi dan memaksimalkan kebutuhan orang tersebut, maka terjadilah konflik kepentingan (conflict of interest) (Deustch dalam Johnson & Johnson, 1991). Cassel Concise dalam Lacey (2003) mengemukakan bahwa konflik sebagai “a fight, a collision; a struggle, a contest; opposition of interest, opinion or purposes; mental strife, agony”. Pengertian tersebut memberikan penjelasan bahwa konflik adalah suatu pertarungan, suatu benturan; suatu pergulatan; pertentangan kepentingan, opini-opini atau tujuan-tujuan; pergulatan mental, penderitaan batin. Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seorang terhadap dirinya, orang lain, orang dengan kenyataan apa yang diharapkan (Mangkunegara, 2001). Konflik juga merupakan perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak (two parties)yang ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan atau mengganggu dengan sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya (Wexley &Yukl, 1988). Gambar 6.2 di bawah ini adalah salah satu contoh konflik yang sesuai dengan pendapat di atas, yaitu ketika apa yang diharapkan oleh suporter persebaya agar kesebelasan kesayangannya menang tidak terwujud, akibatnya dia melakukan berbagai tindakan penyerangan kepada siapa saja, termasuk kepada aparat keamanan.
Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala pertentangan itu bersifat langsung, yakni ditandai interaksi timbal balik di antara pihakpihak yang bertentangan. Selain itu, pertentangan itu juga dilakukan atas dasar kesadaran pada masing-masing pihak bahwa mereka saling berbeda atau berlawanan (Syaifuddin, dalam Soetopo dan Supriyanto, 2003). Dalam hubungannya dengan pertentangan sebagai konflik, Marck, Synder dan Gurr membuat kriteria yang menandai suatu pertentangan sebagai konflik. Pertama, sebuah konflik harus melibatkan dua atau lebih pihak di dalamnya; Kedua, pihak-pihak tersebut saling tarik-menarik dalam aksi-aksi saling memusuhi (mutualy opposing actions); Ketiga, mereka biasanya cenderung menjalankan perilaku koersif untuk menghadapi dan menghancurkan “sang musuh”. Keempat, interaksi pertentangan di antara pihak-pihak itu berada dalam keadaan yang tegas, karena itu keberadaan peristiwa pertentangan itu dapat dideteksi dan dimufakati dengan mudah oleh para pengamat yang tidak terlibat dalam pertentangan (Gurr, dalam Soetopo, 2001). Konflik dalam pengertian yang luas dapat dikatakan sebagai segala bentuk hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan (antagonistik) (Indrawijaya, 1986). Konflik adalah relasi-relasi psikologis yang antagonis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan, dan struktur-struktur nilai yang berbeda. Konflik juga merupakan suatu interaksi yang antagonis mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas mulai dari bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka (Clinton dalam Soetopo dan Supriyanto, 2003). Konflik dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen, serta menimbulkan perbedaan pendapat, keyakinan dan ide (Mulyasa, 2003). Hocker & Wilmot (1991) memberikan definisi yang cukup luas terhadap konflik sebagai “an expressed struggle betwen at least two interdependent parties who perceive incompatibel goal, scarce rewards, and interference from the other parties in achieving their goals”. Seseorang dikatakan terlibat konflik dengan pihak lain jika sejumlah ketidaksepakatan muncul antara keduanya, dan masing-masing menyadari adanya ketidaksepakatan itu. Jika hanya satu pihak yang merasakan ketidaksetujuan, sedang yang lain tidak, maka belum bisa dikatakan konflik antara dua pihak. Dengan kata lain, dua pihak harus menyadari adanya masalah sebelum mereka berada di dalam konflik. Semua konflik seringkali dipandang sebagai pencapaian tujuan satu pihak dan merupakan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain. Hal ini karena seringkali orang memandang tujuannya sendiri secara lebih penting, sehingga meskipun konflik yang ada sebenarnya merupakan konflik yang kecil, seolah-olah tampak sebagai konflik yang besar. Konflik muncul diakibatkan salah satunya perebutan sumberdaya. Misalnya, jika dua orang duduk sebangku dalam kelas, maka bangku itu menjadi sumberdaya. Apabila salah satu pihak bertingkah laku seakanakan mau menguasai kamar, pihak lain akan terganggu maka terjadilah konflik diakibatkan sumberdaya. Pihak-pihak yang berkonflik saling tergantung satu sama lain, karena kepuasan seseorang tergantung perilaku pihak lain. Jika kedua pihak merasa tidak perlu untuk menyelesaikan masalah, maka perpecahan tidak dapat dihindari. Banyak konflik yang tidak terselesaikan karena masing-masing pihak tidak memahami sifat saling ketergantungan. Selama ini konflik sering dihubungkan dengan agresi. Broadman & Horowitz (dalam Kusnarwatiningsih, 2007) menyatakan bahwa konflik dan agresi merupakan dua hal yang berbeda. Konflik tidak selalu menghasilkan kerugian, tetapi juga membawa dampak yang konstruktif bagi pihak-pihak yang terlibat, sedangkan agresi hanya membawa dampak-dampak yang merugikan bagi individu. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu pertentangan dalam bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung satu sama lain yang sama-sama merasakan tujuan yang saling tidak cocok, kelangkaan sumber daya dan hambatan yang didapat dari pihak lain dalam mencapai tujuannya. Tawuran antar pelajar (Gambar 6.3) adalah salah satu contoh konflik yang sering terjadi di kalangan pelajar.

Konflik pada dasarnya merupakan bagian dari kehidupan sosial, karena itu tidak ada masyarakat yang steril dari realitas konflik. Coser (1956) menyatakan: konflik dan konsensus, integrasi dan perpecahan adalah proses fundamental yang walau dalam porsi dan campuran yang berbeda merupakan bagian dari setiap sistem sosial yang dapat dimengerti (Poloma, 1994). Karena konflik merupakan bagian kehidupan sosial, maka dapat dikatakan konflik sosial merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar. Dahrendorf (1986), membuat 4 postulat yang menunjukkan keniscayaan itu, yaitu: (1) setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan, perubahan sosial terdapat di manamana; (2) setiap masyarakat memperlihatkan konflik dan pertentangan, konflik terdapat di mana-mana; (3) setiap unsur dalam masyarakat memeberikan kontribusi terhadap desintegrasi dan perubahan; (4) setiap masyarakat dicirikan oleh adanya penguasaan sejumlah kecil orang terhadap sejumlah besar lainnya. Coser (1956) mengutip hasil pengamatan Simmel, menunjukkan bahwa konflik mungkin positif sebab dapat meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok dengan memantapkan keutuhan dan keseimbangan. Coser menyatakan bahwa masyarakat yang terbuka dan berstruktur longgar membangun benteng untuk membendung tipe konflik yang akan membahayakan konsensus dasar kelompok itu dari serangan terhadap nilai intinya dengan membiarkan konflik itu berkembang di sekitar masalah-masalah yang tidak mendasar (Poloma, 1994). Dengan demikian berarti, konflik yang menyentuh nilai-nilai inti akan dapat mengubah struktur sosial sedangkan konflik yang mempertentangkan nilai-nilai yang berada di daerah pinggiran tidak akan sampai menimbulkan perpecahan yang dapat membahayakan struktur sosial. Cobb dan Elder (1972) mengungkapkan adanya tiga dimensi penting dalam konflik politik: (1) luas konflik; (2) intensitas konflik; dan (3) ketampakan konflik. Luas konflik, menunjuk pada jumlah perorangan atau kelompok yang terlibat dalam konflik, dan menunjuk pula pada skala konflik yang terjadi (misalnya: konflik lokal, konflik etnis, konflik nasional, konflik internasional, konflik agama dan sebagainya). Intensitas konflik adalah luas-sempitnya komitmen sosial yang bisa terbangun akibat sebuah konflik. Konflik yang intensitasnya tinggi adalah konflik yang bisa membangun komitmen sosial yang luas, sehingga luas konflikpun mengembang. Adapun ketampakan konflik adalah tingkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat di luar pihak-pihak yang berkonflik tentang peristiwa konflik yang terjadi. Sebuah konflik dikatakan memiliki ketampakan yang tinggi manakala peristiwa konflik itu disadari dan diketahui detail keberadaannya oleh masyarakat secara luas. Sebaliknya, sebuah konflik memiliki ketampakan rendah manakala konflik itu terselimuti oleh berbagai hal sehingga tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat luas terhadap konflik itu sangat terbatas. Pandangan tradisional tentang konflik mengandaikan konflik itu buruk, dipandang secara negatif, dan disinonimkan dengan istilah kekerasan (violence), destruksi, dan ketidakrasionalan demi memperkuat konotasi negatifnya. Konflik adalah merugikan, oleh karena itu harus dihindari (Robbins, 1996). Pandangan pada masa kini melihat konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam kehidupan kelompok dan organisasi. Dalam interaksi antara manusia, konflik tidak dapat disingkirkan, tidak terelakkan, bahkan ada kalanya konflik dapat bermanfaat pada kinerja kelompok. Berdasarkan pendekatan interaksionis memandang konflik atas dasar bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Oleh karena itu, kaum interaksionis mendorong pemimpin suatu kelompok apapun untuk mempertahankan suatu tingkat minimum berkelanjutan dari konflik, sehingga cukup untuk membuat kelompok itu hidup, kritis-diri dan kreatif. Perlu ditegaskan, bahwa pendekatan interaksionis tersebut tidak berarti memandangan semua konflik adalah suatu hal yang baik, tetap memandang konflik adalah suatu hal yang tidak baik. Kaum interaksional memandang ada konflik yang mendukung tujuan kelompok dan memperbaiki kinerja kelompok, biasa disebut dengan konflik fungsional, sedangkan ada konflik yang menghalangi kinerja kelompok atau yang disebut dengan konflik disfungsional atau destruktif.
B. SUMBER KONFLIK SOSIAL
Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam sebab. Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia, sehingga sulit itu untuk dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian halnya sebaliknya. Kadang sesuatu yang sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik antara manusia. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Kesimpulannya sumber konflik itu sangat beragam dan kadang sifatnya tidak rasional. Oleh karena kita tidak bisa menetapkan secara tegas bahwa yang menjadi sumber konflik adalah sesuatu hal tertentu, apalagi hanya didasarkan pada hal-hal yang sifatnya rasional. Pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai berikut: (1) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (2) langkanya sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi, dan (3) persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul (Johnson & Johnson, 1991). Menurut Anoraga (dalam Saputro, 2003) suatu konflik dapat terjadi karena perbendaan pendapat, salah paham, ada pihak yang dirugikan, dan perasaan sensitif.
1. Perbedaan pendapat
Suatu konflik yang terjadi karena pebedaan pendapat dimana masing-masing pihak merasa dirinya benar, tidak ada yang mau
mengakui kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut amat tajam maka dapat menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan dan sebagainya.
2. Salah paham
Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik. Misalnya tindakan dari seseorang yang tujuan sebenarnya baik tetapi diterima sebaliknya oleh individu yang lain.
3. Ada pihak yang dirugikan
Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-masing pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga seseorang yang dirugikan merasa kurang enak, kurang senang atau bahkan membenci.
4. Perasaan sensitif
Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan tindakan orang lain. Contoh, mungkin tindakan seseorang wajar, tetapi oleh pihak lain dianggap merugikan.
Baron & Byrne (dalam Kusnarwatiningsih, 2007) mengemukakan konflik disebabkan antara lain oleh perebutan sumber daya, pembalasan dendam, atribusi dan kesalahan dalam berkomunikasi. Sedangkan Soetopo (2001) juga mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya konflik, antara lain: (1) ciri umum dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik; (2) hubungan pihak-pihak yang mengalami konflik sebelum terjadi konflik; (3) sifat masalah yang menimbulkan konflik; (4) lingkungan sosial tempat konflik terjadi; (5) kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik; (6) strategi yang biasa digunakan pihak-pihak yang mengalami konflik; (7) konsekuensi konflik terhadap pihak yang mengalami konflik dan terhadap pihak lain; dan (8) tingkat kematangan pihak-pihak yang berkonflik. Ada enam kategori penting dari kondisi-kondisi pemula (antecedent conditions) yang menjadi penyebab konflik, yaitu: (1) persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources), (2) ketergantungan pekerjaan (task interdependence), (3) kekaburan bidang tugas (jurisdictional ambiguity), (4) problem status (status problem), (5) rintangan komunikasi (communication barriers), dan (6) sifat-sifat individu (individual traits) (Robbins, Walton & Dutton dalam Wexley & Yukl, 1988).
Schmuck (dalam Soetopo dan Supriyanto, 1999) mengemukakan bahwa kategori sumber-sumber konflik ada empat, yaitu (1) adanya perbedaan fungsi dalam organisasi, (2) adanya pertentangan kekuatan antar orang dan subsistem, (3) adanya perbedaan peranan, dan (4) adanya tekanan yang dipaksakan dari luar kepada organisasi.
Sedangkan Handoko (1998) menyatakan bahwa sumber-sumber konflik adalah sebagai berikut.
1. Komunikasi: salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan
tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur: pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka,
dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi.
Berbeda pula dengan pendapat Mangkunegara (2001) bahwa penyebab konflik dalam organisasi adalah: (1) koordinasi kerja yang tidak dilakukan, (2) ketergantungan dalam pelaksanaan tugas, (3) tugas yang tidak jelas (tidak ada diskripsi jabatan), (4) perbedaan dalam orientasi kerja, (5) perbedaan dalam memahami tujuan organisasi, (6) perbedaan persepsi, (7) sistem kompetensi intensif (reward), dan (8) strategi permotivasian yang tidak tepat. Berdasarkan beberapa pendapat tentang sumber konflik sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat ditegaskan bahwa sumber konflik dapat berasal dari dalam dan luar diri individu. Dari dalam diri individu misalnya adanya perbedaan tujuan, nilai, kebutuhan serta perasaan yang terlalu sensitif. Dari luar diri individu misalnya adanya tekanan dari lingkungan, persaingan, serta langkanya sumber daya yang ada.
1. Faktor Penyebab Konflik
a. Perbedaan individu
Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor penyebab terjadinya konflik, biasanya perbedaan individu yang menjadi sumber konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbedabeda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
b. Perbedaan latar belakang kebudayaan
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
c. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan
yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda- beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.
Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
d. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotong royongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan prosesproses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

C. BENTUK KONFLIK SOSIAL
Sasse (1981) mengajukan istilah yang bersinonim maknanya dengan nama conflict style, yaitu cara orang bersikap ketika menghadapi pertentangan. Conflict style ini memiliki kaitan dengan kepribadian. Maka orang yang berbeda akan menggunakan conflict style yang berbeda pada saat mengalami konflik dengan orang lain. Sedangkan Rubin (dalam Farida, 1996) menyatakan bahwa konflik timbul dalam berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri seseorang individu, antar individu, kelompok, organisasi maupun antar negara. Ada banyak kemungkinan menghadapi konflik yang dikenal dengan istilah manajemen konflik. Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan jenisnya. Soetopo (1999) mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari segi materinya menjadi empat, yaitu:
1. Konflik tujuan
Konflik tujuan terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif bahkan yang kontradiktif.
2. Konflik peranan
Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang
sama.
3. Konflik nilai
Konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam organisasi tidak sama, sehingga konflik
dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.
4. Konflik kebijakan
Konflik kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang dikemuka- kan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.

Gambar 6.4 adalah contoh yang menunjukkan ragam dan bentuk konflik yang terjadi di masyarakat. Dipandang dari akibat maupun cara penyelesaiannya, Furman & McQuaid (dalam Farida, 1996) membedakan konflik dalam dua tipe yang berbeda, yaitu konflik destruktif dan konstruktif.
Konflik dipandang destruktif dan disfungsional bagi individu yang terlibat apabila:
1. Konflik terjadi dalam frekuensi yang tinggi dan menyita sebagian besar kesempatan individu untuk berinteraksi. Ini menandakan bahwa problem tidak diselesaikan secara kuat. Sebaliknya, konflik yang konstruktif terjadi dalam frekuensi yang wajar dan masih memungkinkan individu-individunya berinteraksi secara harmonis.
2. Konflik diekspresikan dalam bentuk agresi seperti ancaman atau paksaan dan terjadi pembesaran konflik baik pembesaran masalah yang menjadi isu konflik maupun peningkatan jumlah individu yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif isu akan tetap terfokus dan dirundingkan melalui proses pemecahan masalah yang saling menguntungkan.
3. Konflik berakhir dengan terputusnya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif, kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat akan tetap terjaga. Sedangkan Handoko (1984) membagi konflik menjadi 5 jenis yaitu: (1) konflik dari dalam individu, (2) konflik antar individu dalam organisasi yang sama, (3) konflik antar individu dalam kelompok, (4) konflik antara kelompok dalam organisasi, (5) konflik antar organisasi.
Berbeda dengan pendapat diatas Mulyasa (2003) membagi konflik berdasarkan tingkatannya menjadi enam yaitu: (1) konflik intrapersonal, (2) konflik interpersonal, (3) konflik intragroup, (4) konflik intergroup, (5) konflik intraorganisasi, dan (6) konflik interorganisasi. Menurut Dahrendorf (1986), konflik dibedakan menjadi 4 macam: (1) konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role); (2) konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank); (3) konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa); dan (4) konflik antar satuan nasional (perang saudara). Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut: (1) meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami konflik dengan kelompok lain; (2) keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai; (3) perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbul nya rasa dendam, benci, saling curiga dan sebagainya; (4) kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia; dan (5) dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori konflik mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut.
1. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
2. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
3. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
4. Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Selasa, 29 November 2011

Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
Neraca Perdagangan (Trade Balance) adalah sebuah ukuran selisih antara nilai impor dan ekspor atas barang nyata dan jasa. Tingkat neraca perdagangan dan perubahan ekspor dan impor diikuti secara luas dalam pasar valuta asing.

neraca pembayaran suatu negara adalah catatan yang sistematis tentang transaksi ekonomi internasional antar penduduk negara itu dengan penduduk negara lain dalam jangka waktu tertentu. Catatan semacam ini sangat penting dengan tujuan utamanya adalah untuk memberikan informasi kepada penguasa atau pemerintah tentang posisi keuangan dalam hubungan ekonomi dengan negara lain serta membantu didalam pengambilan kebijaksanaan moneter, fiskal, perdagangan dan pembayaran internasional.

Dalam neraca pembayaran suatu negara kita perlu membedakan beberapa istilah transaksi yaitu :
Transaksi debit, yaitu transaksi yang menimbulkan kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada penduduk negara lain.
Transaksi kredit adalah transaksi yang menimbulkan hak untuk menerima pembayaran dari penduduk negara lain.
Transaksi yang sedang berjalan (current account) adalah transaksi yang meliputi barang dan jasa. Hadiah (gisft), bantuan (aids) dan transaksi satu arah yang lain (unilateral transfer) dapat digolongkan dalam transaksi sedang berjalan atau sebagai transaksi tersendiri yaitu transaksi satu arah.
Transaksi kapital (capital account) adalah transaksi yang menyangkut investasi modal dan emas.

Sejarah Blog dan Manfaatnya Blog

Perkembangan Didunia maya semakin hari semkin canggih saja, didunia maya atau yang sering di kelan dengan internet. Orang bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan, dari belajar, chatt mencari artikel, streaming Video, membuat blog, dll.

Dan disisini saya akan sedikit mengulas apa sech blog itu dan apa manfaatnya bagi kita, Blog adalah kepanjangan dari webblog. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Jorn Barger tepatnya pada bulan Desember 1998 Dia menggunakan weblog untuk memberikan nama kepada kelompok orang yang mempunyai website pribadi dan selalu meng-update website-nya tersebut, baik itu berita, link ke website lain, curhatan, tutorial dan lainnya. Dan disertai komentar-komentar dari tulisannya tersebut. Pada awalnya blog hanyalah catatan perjalanan seseorang yang di publish di internet.

Sementara Sementara Roger Yim, seorang kolumnis San Francisco Gate pada artikelnya di Februari 2001, menuliskan bahwa sebuah Blog adalah persilangan antara diary seseorang dan daftar link di Internet. Sedang Scott Rosenberg dalam kolomnya di majalah online Salon pada May 1999 menyimpulkan bahwa Blog berada pada batasan website yang lebih bernyawa daripada sekedar kumpulan link tapi kurang instrospektif dari sekedar sebuah diary yang disimpan di internet. Intinya Blog itu adalah website yang bersifat persolan, yang memuat opini pesonal dan hal-hal lain yang merupakan aktualisasi diri pembuatnya secara personal yang ingin ia kabarkan pada komunitas global dunia. Meskipun personal, isinya bisa dinikmati siapa saja darimana saja dan kapan saja.

Dan manfaat blog pun bermacam-macam dari ngeblog kita bisa mendapatkan apa saja bila kita mampu. Dari mencari teman, menuangkan ide kita ataupun unek-unek di dalam blog, bisa dibuat sebagai tempat curhat. Dan tidak kalah pentingnya blog juga bisa kita buat sebagai sarana mencari pendapatan ataupun uang, dari mana kita bisa dapet uang?? Sebagai orang yang masih awam pasti bertanya-tanya bagaimana caranaya?. caranya sangat simple sekali, dari pasang iklan,ikutan lomba ataupun kompetisi blog, Memasang adsanse yang disediakan oleh google. Dan masih banyak yang lainya. Jadi ngeblog menurut saya sangatlah asyik dan tidak ada ruginya dari ngeblog kita bisa mendapatkan apa yang kita mau. Yupz, mungkin itu sedikit pengertian tentang blog dan beberapa manfaatnya sebetulnya masih banyak sekali. Tapi itu semua sudah mewakili dari keseluruhan.